isiantar.com – Sebagai institusi pelayan masyarakat yang seluruh biaya operasional dan gajinya berasal dari pajak yang dikutip dari masyarakat, Pemko Pematangsiantar didesak memberikan penjelasan resmi kepada publik terkait polemik City Hotel & Resto.
Desakan itu disampaikan aktivis Sahabat Lingkungan (SaLing), Agustian Tarigan, menyusul berlarutnya polemik keberadaan bangunan City Hotel & Resto yang berdiri di Jalan Parapat, Kelurahan Tong Marimbun, Kecamatan Siantar Marimbun.
Dikatakan Agus, pihaknya sangat kecewa dengan sikap pemko yang terkesan tebang pilih dalam menegakkan peraturan daerah (Perda). Pasalnya, dalam penegakkan Perda, pemko kerap menunjukkan ketegasan yang luar biasa dalam merobohkan bangunan-bangunan yang dianggap melanggar, bahkan dengan membawa sejumlah alat berat, sekalipun bangunan itu adalah tempat tinggal kaum marginal atau orang-orang miskin.
Namun terhadap bangunan City Hotel & Resto yang sudah bertahun disuarakan sejumlah elemen masyarakat sebab bangunannya diyakini melanggar bahkan terhadap sejumlah perundang-undangan, pemko justru diam seolah tidak pernah punya daya untuk menegakkan Perda.
Atas sikap kontras yang sudah bertahun itu, Agus mendesak pemko memberi penjelasan resmi kepada publik mengenai bangunan tersebut. “Masyarakat berhak mengetahui apa sebenarnya yang terjadi. Pemko bikin konferensi pers lah, ngaku kalau tak mampu sama yang sudah menggajinya (rakyat, red), ‘lempar handuk’,” kata Agus, saat diwawancarai Kamis (10/1/2019).
Agus sendiri meyakini bangunan City Hotel & Resto yang berdiri persis di tepi sungai Bah Biak itu diduga melanggar sejumlah perundang-undangan karena berada di kawasan DAS (Daerah Aliran Sungai).
Diantara yang dilanggar sebut Agus diantaranya PP nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai yang menyebutkan bahwa garis sempadan sungai minimal berjarak 10 meter dari palung (bibir) sungai. Sementara tembok bangunan City Hotel & Resto persis berada di bibir sungai yang jika aliran sungai sedang deras airnya bahkan menyentuh tembok tersebut.
Selain PP nomor 38 tahun 2011, bangunan itu juga diduga melanggar UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Perda Kota Siantar tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Bahkan dari hasil investigasi yang dilakukan SaLing, bangunan itu tidak sesuai izin mendirikan bangunan (IMB) yang diberikan Pemko.
SaLing sendiri kata Agus sudah berulang kali mendesak bangunan itu dibongkar sebagaimana perlakuan pemko telah merobohkan sejumlah bangunan yang melanggar aturan. Maka itu, jika pemko tidak berdaya, dalam penerapan good-governance selayaknya pemko memberikan penjelasan resmi kepada masyarakat. [nda]