Siantar — Beberapa dari juru parkir (Jukir) yang tidak membayarkan setoran retribusi dengan nilai akumulatif Rp 1,3 miliar pada tahun 2024 lalu, menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD Siantar, di ruang komisi, Senin (17/3/2025)
Kepada Komisi III, masing-masing Jukir menyampaikan alasannya sehingga tidak menyetorkan uang yang telah mereka kutip dari parkir masyarakat tersebut.
Beberapa alasan yang disampaikan, diantaranya, uang itu telah digunakan untuk keperluan mendesak berobat. Ada yang mengaku dompetnya hilang saat akan mentransfer ke rekening Pemko. Ada juga yang mengaku tempat parkirnya sepi senjak tarif parkir dinaikkan oleh Pemko, sehingga targetnya tidak tercapai.
Nilai tunggakan dari masing-masing Jukir yang hadir di rapat ini beragam. Dari Rp 1 juta hingga yang tertinggi Rp 19 juta. Sayangnya, tidak semua Jukir penunggak setoran dihadirkan oleh Dishub ke rapat ini. Sehingga, uang sebesar Rp 1,3 miliar tersebut belum terkonfirmasi sebagai hutang yang tidak dibayarkan oleh Jukir.
Dalam rapat ini, Komisi III berhasil mendeteksi seorang Jukir berinisial AH yang memiliki tunggakan semenjak tahun 2023. Jika ditotal tunggakan setoran AH mencapai Rp 84 juta. Sayangnya, Dishub tidak mendatangkan AH ke rapat ini, dan juga tidak menjawab mengapa AH tidak dipecat padahal sudah menunggak sejak tahun 2023 lalu.
Jukir Tuding Koordinator Pengawas Parkir Terima Suap
Sekitar sepuluh orang Jukir yang hadir di rapat ini menyampaikan permohonan kemudahan untuk mencicil tunggakannya. Namun peristiwa paling emosional di rapat ini adalah ketika seorang Jukir perempuan, Destriana Girsang, meminta Komisi III agar mendorong supaya pejabat Koordinator Pengawas Parkir di Dishub, Jekson Hutahaean, diganti.
Menurut Destriana, Jekson Hutahaean telah berlaku arogan dan sewenang-wenang terhadapnya.
Dia menceritakan, setelah gajinya sebagai Jukir di bulan Oktober 2024 lalu tidak dibayar tanpa alasan yang jelas, dia pun merajuk dengan tidak membayar setoran selama dua bulan setelah itu. Namun setelahnya, dia menemukan bahwa catatan tunggakannya tiba-tiba berubah dari yang seharusnya cuma Rp 3 juta, menjadi Rp 13 juta.
Menurutnya, Jekson lah orang yang memanipulasi nilai tunggakannya itu. “Jadi dua bulan ini kan, Pak, saya tidak nyetor karena gaji yang bulan 10 gaji saya tidak dikasih. Jadi dibikin si Jekson lah Rp 13 juta hutang saya. Sementara saya bilang Rp 3 juta, Pak. Itu yang saya tidak masuk kira (akal, red),” ungkap Destriana kepada Komisi III.
Jukir saat bertugas sekaligus berjualan ini, juga mengatakan bahwa Jekson kerap berlaku sewenang-wenang terhadapnya. “Karena si Jekson ini suka-sukanya, Pak. Kemarin adalah jualan saya durian, diambil. Ada petai saya, diambil. Jadi saya mohon bagian Koordinator Lapangan janganlah si Jekson sekarang, Pak. Saya mohonlah, karena sekarang sudah kali cari duit loh pak. Seribu perak pun susah,” pintanya sambil menitikkan air mata.
Destriana juga menuding Jekson telah menerima uang suap sebesar Rp 5 juta untuk mengganti seorang juru Parkir.
Namun, Jekson yang juga hadir di rapat ini, membantah semua tuduhan itu. Argumen yang dimajukan Jekson sebagai pembelaannya adalah, jika tuduhan itu benar, dia pasti tidak berani hadir di rapat itu.
Sementara Komisi III tampaknya tidak berniat untuk mendalami kebenaran dari keluhan dan pernyataan-pernyataan Destriana itu.
Rapat Hambar
Rapat yang merupakan lanjutan dari RDP yang digelar pada Senin (10/3/2025) lalu ini, terasa hambar dan belum menyimpulkan rekomendasi atau semacam keputusan dari rapat.
Tampaknya, hal ini disebabkan oleh aspek lalu-lintas komunikasi di dalam rapat, dan tidak hadirnya pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan pejabat Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) yang direncanakan ikut dalam rapat ini.
Rapat ini pun kemudian diskors. (nda)