Siantar — Kesan hipokrit yang sangat kuat ditujukkan oleh beberapa pejabat Pemko Pematangsiantar saat membahas persoalan raibnya lahan pertanian dalam rapat kerja dengan DPRD Pematangsiantar, Kamis (6/11/2025).
Kesan hipokrit itu salah satunya ketika Kepala Bidang Tata Ruang dan Bangunan Dinas PUTR, Henry John Musa Silalahi, seolah memohon dukungan DPRD untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) yang akan mengatur pemberian insentif bagi pemilik sawah, agar tidak terjadi pengalih-fungsian lahan.
Permintaan itu terkesan hipokrit, sebab beberapa menit sebelumnya, salah seorang Anggota DPRD, Hendra Pardede, sudah mengingatkan bahwa DPRD sudah bertahun-tahun meminta agar Pemko membuatkan Perda tersebut, namun hingga kini hasilnya nihil.
“Jadi kita berikan penghargaan kepada mereka (pemilik lahan pertanian, red) reward-nya, baik berupa dana, berupa pupuk, berupa bibit, ya nanti bisa dibantu lah pak di Perda kita.” Demikian permintaan disampaikan Musa kepada DPRD dalam rapat ini.
Permintaan yang membingungkan sebab itu merupakan permintaan DPRD selama bertahun-tahun yang baru beberapa menit lalu diingatkan Hendra, dibalas oleh Hendra bahwa sesungguhnya persoalan terbesar adalah lemahnya pengawasan birokrasi Pemko Siantar.
Anehnya, reaksi pejabat-pejabat Pemko Siantar mendengar sindiran Hendra tersebut, adalah justru tertawa terbahak-bahak.
“Persoalannya lagi-lagi ketegasan birokrasi di pemerintahan sendiri. Dari PU, camat, dan lurah. Yang mengeluarkan SK untuk pembuatan sertifikat (kalau ada yang mau mengalih-fungsikan sawah jadi persil, red) itu kan mereka sendiri,” tukas Hendra, yang anehnya justru disambut tawa terbahak-bahak oleh para pejabat tersebut.
Di dalam rapat ini juga terungkap raibnya lahan pertanian seluas 650 hektar dari pembukuan Pemko Pematangsiantar. Baik Kepala Dinas Pertanian Pardamean Manurung, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Christina Risfani Sidauruk, maupun Sekretaris Daerah Junaedi Sitanggang, tidak ada yang bisa menjelaskan kemana raibnya lahan 650 hektar tersebut.
Hanya Henry John Musa Silalahi yang sempat dengan panjang mencoba mengulas hilangnya lahan ini dengan ‘teori kemungkinan’-nya. Yang kemudian dihardik oleh Frengkiboy Saragih, selaku pemimpin rapat, agar tidak berbicara teori ‘mungkin-mungkin’ di rapat tersebut.
Anehnya lagi, walau tidak tahu kemana raibnya 650 hektar tersebut, mereka cukup fasih memaparkan deretan alasan mengapa banyak pemilik lahan pertanian di Siantar mengalih-fungsikan lahannya menjadi tanah persil. (nda)




















