Siantar — Persoalan yang menyeruak dari Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kampung Kristen, yang berusia hampir seratus tahun namun tetap diaktifkan, terus menggema dan menghiasi narasi peradaban Kota Siantar. Tak lagi sekedar soal makam yang sudah menjalar hingga menjadi bagian tatanan trotoar, indikasi “bisnis penyanderaan makam” yang sebelumnya lamat-lamat pun kini sudah menjadi rahasia yang vulgar.
Penyanderaan makam ini menimpa keluarga-keluarga dari mendiang yang jenazahnya baru dimakamkan dan ingin melakukan pemasangan tiang. Pemasangan tiang di sini, yaitu pemasangan nisan permanen dan penembokan beberapa sentimeter di sekeliling makam, yang lazimnya boleh dikerjakan sendiri oleh keluarga mendiang.
Namun beberapa sumber mengungkap, bahwa saat ingin melakukan pemasangan tiang di TPU Kampung Kristen, mereka mengalami peristiwa yang sangat menyesakkan yaitu didatangi oleh beberapa orang yang mengancam akan menghancurkan tiang tersebut, jika proyek pembangunan tiang itu tidak diserahkan kepada mereka.
“Orang itu minta delapan juta, padahal kalau kami yang membangunnya itu paling mahal kena dua juta. Katanya kalau bukan orang itu yang bangun, dihancurkan orang itu nanti tiang yang kami bangun,” ungkap salah seorang sumber yang geram dengan ancaman itu, di pertengahan Februari 2023 lalu.
Menurut sumber, meski penampilan dan tutur kata orang-orang itu sangat tidak meyakinkan, namun mereka mengklaim sebagai pengurus makam di TPU Kampung Kristen. “Pas ke situ kami keluarga ziarah sambil mau merencanakan memasang tiang, didatangi orang itu, itulah diancamnya,” terang sumber.
Penelusuran isiantar.com atas informasi sejumlah sumber ini, termasuk tentang penyebab mahalnya harga petak makam di TPU ini, mengerucut pada satu nama yang disebut-sebut mengkoordinir keseluruhan aktifitas yang beraroma busuk pemerasan di atas duka para keluarga mendiang, yakni Pariaman Silaen yang merupakan pejabat Kepala Dinas (Kadis) Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Pemko Pematang Siantar.
Namun dikonfrontir dengan hasil penelusuran bahwa uang petak makam yang jauh di atas harga yang diatur Perda, dan juga uang pemasangan tiang mengalir ke kantong pribadinya, Pariaman Silaen menampik. Menurutnya, dia juga terkejut dengan informasi soal harga yang tidak masuk akal yang dikenakan ke masyarakat yang kerabatnya dikebumikan di TPU Kampung Kristen itu.
“Kita akan memanggil petugasnya supaya tidak melakukan pemungutan yang tidak masuk akal tadi ya kan, (agar kutipan selanjutnya, red) sesuai dengan retribusi yang telah ditetapkan. Kalaupun ada uang jasanya (yang dikutip di luar ketetapan Perda, red), harus melihat daripada yang masuk akal lah gitu, jangan sampai membumbung tinggi, kalau tadi saya dengar dari ibu Boru Saragi ini, sampai puluhan juta katanya kan, itu saya kira sudah terlalu membebani masyarakat,” jawab Pariaman Silaen, diwawancarai Jumat (10/3/2023) siang.
Disinggung pada pihak mana sebenarnya kewenangan pemasangan tiang makam, Pariaman membenarkan bahwa itu merupakan hak keluarga mendiang.
“Kalau untuk pemasangan tiang semen itu ya sebenarnya bebasnya keluarga itu mau manggil siapa yang mengerjakan itu. Kalau itu tidak ada aturannya. Bebas, bebas. Cuma mungkin seperti dibilang ibu Boru Saragi tadi kan, kalau di luar daripada petugas kuburan itu yang mengerjakan ada ancaman, itupun nanti akan kita panggil supaya jangan terjadi begitu lagi.” Demikian jawabnya lagi.
Budaya Dikambing-hitamkan?
Kerancuan masih selalu adanya prosesi pemakaman di TPU Kampung Kristen, yang sejak beberapa tahun lalu kondisinya sudah sangat penuh, hingga posisi sejumlah makam bahkan sudah meluber ke atas trotoar, sampai kini masih tetap menjadi semacam pengusik kemampuan berlogika bagi masyarakat kota ini.
Beberapa warga menceritakan, saat mereka hendak mengebumikan kerabatnya di TPU Kampung Kristen, petugas TPU menolak dengan berujar bahwa sudah tidak ada lagi petak makam, alias TPU sudah penuh.
Namun warga lain yang diketahui baru memakamkan jenazah kerabatnya di “TPU yang sudah penuh” itu, mengaku harus terlebih dulu membayar hingga belasan juta kepada petugas.
Ditanya kepada Pariaman bagaimana bisa terjadi bahwa TPU yang sudah penuh kadangkala bisa menampung jenazah baru, Pariaman berkilah bahwa itu bisa terjadi jika ada masyarakat yang telah mengambil tulang – belulang jenazah kerabatnya dari TPU ini untuk dipindahkan ke lokasi makam yang lain. Di budaya Batak, aktifitas ini dikenal dengan tradisi Mangokkal Holi.
Namun ketika diminta memberi data yang telah Mangokkal Holi di TPU Kampung Kristen untuk memvalidasi pernyataannya itu, setidaknya data setahun terakhir, Pariaman mengaku tidak memiliki data itu. Bahkan, Pariaman yang ketika diwawancarai juga didampingi oleh stafnya yang menangani TPU Kampung Kristen, juga tidak memiliki daftar nama atau jumlah makam yang ada di TPU tersebut.


[nda]