Siantar — Kepemimpinan Walikota Susanti Dewayani terhitung baru dua tahun berjalan. Meski demikian, selain telah berhasil meraih sejumlah prestasi — di tengah deraan dampak Covid dan upaya pemakzulan — progres kepemimpinannya juga telah menyasar persoalan-persoalan besar yang telah puluhan tahun mendera kota Siantar.
Diantara persoalan dimaksud yaitu ketiadaan lahan tempat pemakaman umum (TPU) dan juga lahan pengelolaan sampah.
Awam diketahui, persoalan lahan TPU telah mendera kota Siantar sejak awal tahun 2000-an lalu. Kondisi ini menciptakan praktik-praktik jahat yang menimbulkan harga satu liang makam menjadi sangat mahal. Juga tumpang-tindih jasad. Dan masalah-masalah turunan lainnya. Tragedinya, walikota berganti walikota, pejabat ganti pejabat, persoalan ini cuma menjadi sekadar bahan perbincangan tanpa adanya solusi.
Berbeda dengan kepemimpinan Susanti. Di usia kepemimpinannya yang terbilang sangat belia, dokter spesialis anak ini langsung menyadari betapa seriusnya persoalan ini. Dan ia pun melakukan pembelian lahan seluas 4,1 hektar di Kelurahan Gurilla, untuk kepentingan TPU masyarakat kota Siantar.
Perihal tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Pada awal kepemimpinannya Susanti terkejut menemukan fakta bahwa lahan TPA Tanjung Pinggir, yang selama ini digunakan Pemko, ternyata adalah lahan milik masyarakat yang disewa oleh Pemko. Keterkejutan itu sangat beralasan, sebab tiap orang menyadari bahwa pengelolaan akhir sampah tidak akan mungkin bisa maksimal bila lahannya adalah milik orang lain.
Karena itu Susanti pun membeli lahan seluas ± 13.918 m² pada akhir tahun 2023 lalu, dengan harga Rp 4.175.000.000. Selain memberikan keleluasaan dan keefektifan pemrosesan sampah, pembelian lahan ini juga diketahui merupakan wujud nyata upaya efisiensi anggaran, karena Pemko tidak lagi harus melakukan pembayaran uang sewa secara rutin. (nda)