Simalungun — Sebuah peristiwa menarik terpantau terjadi di nagori Tiga Dolok, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, pada Senin 27 Maret 2023. Dimana beberapa pekerja yang sedang meratakan tanah milik warga, terpaksa mengikuti kegiatan Peninjauan Lapangan bersama Direktur Utama (Dirut) PDAM Tirta Lihou dan Forkopimcam, ke lokasi lahan yang mereka ratakan.
Seorang pekerja menceritakan, keterlibatan mereka dalam peninjauan itu, bermula dari perataan tanah yang mereka kerjakan tanpa mereka sengaja membuat pipa distribusi milik PDAM Tirta Lihou — yang tanpa diketahui ternyata dibangun di lahan milik warga itu — menjadi rusak dan membuat aliran air ke pelanggan PDAM Tirta Lihou, terganggu.
Meski tidak yakin bahwa pihaknya berada pada posisi yang salah atas kejadian itu, pekerja ini mengatakan pihaknya telah rela memberi uang sebesar Rp 3 juta kepada pihak PDAM Tirta Lihou, yang mendatangi mereka untuk menuntut semacam pertanggungjawaban atas kerusakan itu.
“Itu dua minggu yang lalu uangnya kami kasih, tadi kan waktu di pertemuan di Kantor Camat itu kusampaikan juga itu di depan semuanya, udah kami bantu (dengan memberi uang tiga juta rupiah ke pihak PDAM Tirta Lihou),” ungkap pekerja ini.
Namun tak dinyana, beberapa hari setelah uang diberikan, pihak PDAM Tirta Lihou mengatakan bahwa pipa distribusi yang di lahan itu kembali rusak. Dan tidak lama setelah itu, para pekerja menerima undangan Camat untuk menghadiri pertemuan di kantor camat guna ikut membahas perihal air PDAM Tirta Lihou yang sudah dua minggu tidak mengalir ke pelanggannya.
Dan pada hari pertemuan Senin 27 Maret itu, selain Dirut PDAM Tirta Lihou, Kapolsek, dan Danramil, pertemuan ternyata juga turut menghadirkan pejabat Dinas Perizinan, dan pejabat dinas Lingkungan Hidup Pemkab Simalungun yang kini dipimpin RHS.
Dalam pertemuan ini pun para pekerja mengungkapkan kebingungan mereka, karena seolah dituntut untuk bertanggung-jawab atas tidak terpenuhinya tanggung-jawab PDAM Tirta Lihou ke konsumennya. Padahal, pada faktanya, pipa distribusi itu yang telah dibangun di dalam lahan milik warga.
Sementara semua pihak lain yang diundang di pertemuan ini melontarkan kesan bahwa mereka hanya ingin adanya solusi, tanpa berniat membuat satu pihak pun menjadi merasa tersudutkan, meski tidak jelas seperti apa persis solusi yang diinginkan itu. Terkecuali pejabat dari Dinas Lingkungan Hidup yang bermarga Sihaloho, yang dalam pertemuan ini terus mencecar pihak pekerja perihal kewajiban-kewajiban administratif yang harus terlebih dulu dipenuhi agar dapat melakukan pengerjaan pematangan lahan, meski ia juga tidak spesifik menyebutkan satu pun nama dari kewajiban administratif yang ia maksud.
Dari kantor camat pertemuan kemudian dilanjutkan dengan Peninjauan Lapangan ke lokasi perataan tanah milik warga tersebut. Dan sesudahnya, kembali dilanjutkan dengan pertemuan sesi kedua, yang kali ini digelar di depan warung yang ada di seberang lahan.
Pada pertemuan di depan warung ini salah seorang warga yang dimintai tanggapannya mengatakan, bahwa dirinya hanya ingin agar air kembali mengalir ke rumahnya, tanpa mau mencampuri pihak mana yang bersalah dan harus bertanggung-jawab atas tidak mengalirnya air selama dua minggu ini.
Namun pejabat dari Dinas Lingkungan Hidup, yang bermarga Sihaloho, lagi-lagi mencecar para pekerja. Bahkan kini sudah dengan nada tinggi hingga terkesan mengintimidasi mereka. Dan ia meminta Camat untuk membuatkan berita acara pertemuan hari itu.
Atas permintaan Sihaloho itu, Camat Nopen Germanicus Sijabat lalu meminta salah satu stafnya menuliskan draf berita acara yang akan dia sampaikan. Diantara poin draf tersebut yakni para pihak sepakat bahwa tanah galian tidak dibuang ke zona belakang lagi (dimana ada pipa PDAM Tirta Lihou), namun dialihkan ke sebelah kiri. Kemudian bahwa para pihak sepakat untuk mengutamakan kepentingan umum yaitu penyediaan air bersih. Lalu bahwa pihak pengelola siap untuk berkoordinasi kepada dinas-dinas terkait.
Namun saat Camat mengucapkan poin bahwa pihak pengelola siap untuk berkoordinasi kepada dinas-dinas terkait”, Sihaloho lagi-lagi memotong pembicara, kali ini dengan mengatakan bahwa koordinasi tersebut tidak perlu.
“Ijin Pak Camat, kalau poin itu saya rasa tidak perlu itu disampaikan lagi ‘berkoordinasi’, untuk berita acara ini tidak pala itu, ya.
Artinya nanti ke depan, siaplah ini pematangan lahan, nanti udah matang lahan ini, mungkin ada pengembangan lagi membuat perumahan. Apa yang dibutuhkan? Entah KKPR (Kesesuaian Kesiapan Penataan Ruang) dengan sistem OSS, siapa yang mengeluarkan itu? PIT (Dinas Perizinan). kalau tidak setuju PIT, tidak dikeluarkan itu. Kedua apa? (Surat rekomendasi, red) Persetujuan Lingkungan, sama saya, bisa saya stop,” cecar Sihaloho menyela Camat.
Hal-hal yang disampaikan Sihaloho ini tampak membuat para pekerja menjadi gamang perihal apa sebenarnya yang harus mereka lakukan. Pasalnya, dalam pertemuan sesi pertama di Kantor Camat, salah seorang pegawai PDAM Tirta Lihou menegaskan bahwa bila pun tanah galian pekerjaan perataan tanah itu dibuang ke sisi kiri, dampaknya akan sama sebab saat hujan turun tanah itu akan dibawa air ke sisi belakang dimana pipa itu berapa. Sementara sepanjang pertemuan ini, pihak Pemkab selalu mengatakan bahwa mereka tidak berniat untuk melarang atau mengentikan aktifitas pekerja di lahan itu.
Video peninjauan lapangan pihak PDAM Tirta Lihou bersama Forkopimcam dan pemilik lahan ke lokasi pipa yang rusak:
Pipa PDAM Tirta Lihou Tak Punya Izin Pemilik Tanah
Sementara itu Dirut PDAM Tirta Lihou, Dodi Ridowin Mandalahi, SPd, yang sempat diwawancarai secara terpisah dalam pertemuan ini, mengakui bahwa pihaknya tidak memiliki surat izin dari pemilik tanah untuk pembangunan pipa distribusi di lokasi itu.
Dodi berdalih bahwa surat itu tidak ada karena pipa itu dibangun pada 35 tahun yang lalu oleh rakyat.
“Karena itu 35 tahun yang lalu, itu milik rakyat kian Pak. Kepada rakyatnya itu dulu dibuat. Karena rakyat tidak sanggup untuk mengelolanya, diserahkan kepada PDAM,” kilah Dodi perihal tidak adanya izin dari pemilik lahan ini. [nda]