isiantar.com – Penataan Kota Siantar yang dipercayakan kepada pejabat-pejabat pemko sejauh ini dinilai sudah gagal. Jangankan estetika bahkan pada level ketaatan pada zonasi ruang saja pemko gagal. Contoh gampang, di kawasan perkantoran ditemukan café, di lahan pertanian bukan saja rumah tetapi bahkan ruko juga sudah berdiri. Sehingga gaya pembangunan di kota ini diumpamakan seperti oleh orang atau pejabat yang “baru minum tuak”.
Perumpamaan itu dilontarkan anggota Komisi III, Oberlin Malau, saat rapat pembahasan RP-APBD dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di ruang komisi, Jumat (15/9/2017).
“Kota kita ini bukan makin bagus, tapi makin semrawut. Di pemukiman yang permanen, bangunan berubah jadi ruko. Bisa kita lihat di (daerah kelurahan) Timbang Galung ini pun ada itu. Yang bukan jalur bisnis, jadi ruko. Itu bukti (perda) tata ruang itu tidak difungsikan jadi ‘panglima’ untuk menata. Ini yang heran kita melihatnya,” ungkap Oberlin kepada Midian Sianturi selaku kepada Bappeda yang mengikuti rapat itu.
“Pada 30 tahun yang lalu kalau kita lihat Siantar ini pemukiman adalah pemukiman, tidak ada ruko di pemukiman. Ini di jalan Adam Malik ini aja naik kita ke atas, tiba-tiba ada ruko, bongkar rumah, jadi ruko. Gak ada lagi tertata ruang Siantar ini.
Dan tidak beda pejabatnya juga ikut berperan saya lihat. Koq dikeluarkan ijin? Jadi gak tahu kita sebenarnya yang sadarnya atau gak sadar yang bikin ijin ini. Di persawahan pun dibangun perumahan. Gak tahu saya. Seakan-akan baru minum tuak semua, sehingga tidak terkontrol,” kritik politisi Partai Gerindra ini.
Namun paparan panjang berisi kritikan terhadap kesemrawutan pembangunan kota di Siantar itu hanya dibalas Midian hanya dengan jawaban normatif. “Kebetulan di PP 18 kan sudah terbentuk Dinas Perumahan dan Pemukiman, saya akan sampaikan kepada Dinas Perumahan dan pemukiman agar selalu berkoordinasi dengan Badan Perijinan. Akan kita sampaikan agar mereka berkoordinasi selalu kalau mau memberikan ijin-ijin itu,” kata Midian.
Sebelumnya ketika Oberlin membeberkan kritik kerasnya itu, seorang anggota Komisi III lainnya, Frans Bungaran Sitanggang, beberapa kali itu menyeletuk yang tendensinya mendukung kritikan Oberlin tersebut. Semisal Frans menyebut nama “Café Lim’s” saat Oberlin mengkritik adanya lokasi bisnis di kawasan perkantoran.
Bahkan Frans sempat melontarkan kalimat yang menunjuk jika pemko turut menjadi pelaku dari pelanggaran aturan itu. “Pemko Pematangsiantar membangun rumah potong di daerah lahan pertanian,” celetuk Frans menyela Oberlin.
Dalam rapat ini anggota Komisi III lainnya, Jesika Pratiwi Sidabalok, sempat menyinggung soal revisi RTRW yang tengah berproses di pemko. Jesika berharap revisi tersebut dilakukan objektif, taat hukum, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk jangka panjang. [nda]