isiantar.com – Setelah redamnya aksi tolak kenaikan tarif di tahun 2014 lalu, kabar dari PDAM Tirtauli Kota Siantar kembali mengemuka dalam dua bulan belakangan ini. Kabar dimaksud menyangkut dugaan korupsi oleh jajaran direksi. Dua nama yang mencuat dalam dugaan korupsi ini ialah Badri Kalimantan selaku Direktur Utama (Dirut), dan Hotner Simanjuntak Direktur Umum (Dirum).
Beberapa elemen masyarakat yang bersinggungan langsung dengan kasus ini diantaranya Bina Daya Sejahtera (BIDADESI), Gerakan Mahasiswa Revolusi Indonesia (GMRI), Aliansi Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Agresi), Gerakan Rakyat Penyelamat Harta Negara (GERPHAN) dan Gerakan Muda Islam Nusantara (GMIN).
Pantauan isiantar.com, di tahun 2017 ini, persoalan di tubuh PDAM pertama sekali mencuat lagi ke publik setelah di rapat paripurna pembahasan Rancangan P-APBD, 13 September 2017 lalu, Fraksi NasDem meminta dilakukan audit terhadap keuangan PDAM Tirtauli sebab ada kejanggalan pada nilai deviden yang disetorkan ke Pemko untuk tahun 2016.
Disebutkan, di tahun 2016 deviden atau bagi laba yang diberikan PDAM Tirtauli kepada pemko cuma sebesar Rp 56,6 juta. Nilai yang diberi kepada pemko selaku pemegang saham ini dinilai Fraksi NasDem terlalu rendah dan tidak rasional — setidaknya bila dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Meski kemudian di dalam rapat lanjutan yang digelar di Komisi II dengan PDAM, Fraksi Nasdem maupun fraksi-fraksi lain sama-sekali tak mengungkit lagi soal deviden ini. Perihal ini menjadi seolah hanya “ditutup” dengan informasi berupa klaim dari PDAM, bahwa laba yang diperoleh perusahaan itu pada tahun 2016 juga hanya sebesar Rp 102,9 juta.
Data lain yang dihimpun, sebelum Fraksi Nasdem singgung deviden, sebelumnya di sekitar bulan Mei 2017 lalu, BIDADESI juga telah melaporkan dugaan korupsi Dirut PDAM atas biaya perawatan meter Tahun Anggaran (TA) 2016.
Di berkas pengaduan ke Polresta Siantar, BIDADESI menemukan kecurigaan pada total biaya perawatan meter di TA 2016 yang nilainya mencapai Rp 8.339.250.000. Sebab bila dibagi dengan jumlah hari kerja, maka biaya perawatan meter perhari di tahun 2016 oleh PDAM Tirtauli, mencapai angka Rp 34.459.000 perhari. BIDADESI menemukan indikasi korupsi dalam hal ini dan melaporkannya, tapi hingga kini, tindak lanjut atas laporan ini belum diketahui.
Berselang dua bulan dari BIDADESI, sebuah elemen lain juga diketahui telah melaporkan dugaan tindak korupsi di tubuh PDAM Tirtauli. Kali ini laporan langsung ditujukan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), oleh GMRI.
GMRI menemukan indikasi korupsi pada tiga item. Pertama, dugaan mark up biaya pengadaan lima belas unit kendaraan roda empat. Kedua, Penyalahgunaan fasilitas kendaraan oleh Dirut. Ketiga, dugaan mark up biaya representatif senilai Rp 1.251.884.486.
Teranyar, selain berbentuk laporan ke kepolisian dan kejaksaan itu, desakan agar diambil tindakan terhadap Badri kalimantan dan Hotner Simanjuntak atas sejumlah dugaan tindak korupsi, juga disampaikan lewat aksi unjuk rasa oleh massa GMIN di halaman Dewan Pengawas (DP) PDAM Tirtauli, Jumat (6/10/2017) kemarin.
Di halaman DP di Jalan Porsea yang lokasinya persis berhadap-hadapan dengan Kantor PDAM Tirtauli itu, massa menuding Badri dan Hotner telah banyak melakukan dugaan tindak korupsi. Sehingga mereka mendesak walikota untuk mencopot jabatan kedua orang tersebut. Dugaan korupsi dimaksud terletak pada item pengadaan mobil dinas dan pengadaan barang dan jasa. Dan atas dasar yang sama GMIN juga menuntut DP untuk mengusulkan pemberhentian Badri dan Hotner.
Dalam bentuk yang lain, dua hari sebelum unjuk rasa itu, redaksi isiantar.com juga menerima pers rilis dari elemen yang bernama GERPHAN. Elemen ini mengaku telah melaporkan Dirut PDAM Badri Kalimantan ke Polresta Siantar atas dugaan mark up biaya perjalanan dinas yang termasuk memanipulasi perjalanan dinas dan juga dugaan korupsi atas biaya perawatan meter.
DP Sudah Usulkan Pemberhentian Badri dan Hotner
Surat usulan DP kepada walikota agar memberhentikan Badri dan Horner dari jabatan Dirut dan Dirtek, sebagaimana yang diminta GMIN, ternyata sudah pernah dilayangkan oleh pejabat DP periode sebelumnya.
Lewat dokumen yang diperoleh isiantar.com, DP periode yang lalu dipastikan telah menyampaikan usulan Pemberhentian Sementara Badri dan Hotner dari Dirut dan Dirtek, lewat surat resmi ke walikota tertanggal 26 Januari 2016.
Adapun dasar yang tertera di surat itu ialah adanya dugaan pembuatan Notulen Rapat Palsu antara Dewan Pengawas, Direksi, Kepala Bagian dan kepala Sub Bagian PDAM Tritauli tentang Pembahasan Pemberian Bantuan Tunjangan Gaji ke-13. Notulen Rapat Palsu itu disebut sebagai hasil persekongkolan antara Dirut dengan Dirum yang kemudian mengakibatkan terbitnya Surat Keputusan Walikota No. 900/331/VI/WK-THN 2015 tanggal 8 Juni 2015 tentang Pemberian Bantuan Pendidikan tahun Ajaran Baru kepada Direksi, Dewan Pengawas dan Staf Dewan Pengawas. DP menyebut, Notulen Rapat Palsu itu telah mengakibatkan PDAM Tirtauli mengalami kerugian sebesar Rp 6.636.000.000.
Tetapi, perihal telah adanya surat dari DP di tahun 2016 itu, baru terungkap ke publik di masa-masa ketika berlangsungnya pembahasan P-APBD 2017, September lalu. Sehari setelah rapat antara Komisi II dengan jajaran direksi PDAM Tirtauli berakhir, salinan surat tersebut beredar di sejumlah kalangan.
Di rapat di Komisi II itu sendiri, salah seorang anggota DPRD, Arapen Ginting juga sempat menanyakan soal uang asuransi karyawan yang kabarnya belum dibayar manajemen PDAM setelah sebelumnya ia juga mengungkit soal surat usulan DP di tahun 2016 itu dengan meminta klarifikasi kebenarannya kepada Badri. Namun pertanyaan itu disanggah oleh anggota Komisi II lainnya yakni Frans Herbert Siahaan yang menganggap pertanyaan itu sudah keluar dari konteks pembahasan.
Rapat sore hari itu berlangsung sekitar satu jam itu. Setelah selesai hingga salam-salaman, pejabat Direktur Teknik (Dirtek) PDAM Tirtauli, Paruhum Siregar terlihat langsung keluar meninggalkan ruangan rapat tersebut. Sementara Badri dan Hotner masih sempat beberapa menit berbincang-bincang dengan para anggota Komisi II.
Beredarnya salinan surat DP ke walikota di masa-masa rapat itu juga bersamaan dengan beredarnya salinan surat Agresi tertanggal 24 Agustus 2017 kepada walikota. Surat Agresi itu mendesak walikota agar segera mengambil tindakan tegas untuk memberhentikan Badri dan Hotner dari jabatannya, yang surat tersebut mengacu pada usulan DP tahun 2016 itu.
Selain ke walikota, Agresi juga meminta DPRD membentuk Panitia Khusus (Pansus) dan mendesak kepolisian untuk mengusut laporan-laporan pengaduan dugaan korupsi yang ternyata juga pernah dilaporkan DP.
Saling Sikut Antar Direksi?
Menurut beberapa sumber, menyeruaknya persoalan-persoalan di tubuh PDAM Tirtauli di tahun 2017 ini tidak sepenuhnya terjadi secara natural. Tetapi ada motif politis di dalamnya menyusul telah bergantinya pemegang jabatan walikota dari almarhum Hulman Sitorus ke Hefriansyah Noor. Terjadi saling sikut untuk cari perhatian ke pemegang kekuasaan.
“Indikasi dugaan korupsi-korupsi itu memang sangat kuat dan harus diusut dan harus disampaikan polisi dan jaksa hasil tindaklanjut mereka kepada masyarakat. Tapi dari sisi yang lain kita kan tidak naif, ini juga bentuk cari muka ke Hefriansyah,” sebut narasumber yang tidak bersedia dipublikasikan namanya.
Menurut narasumber, kalangan-kalangan tertentu sejak tahun lalu sudah tahu soal adanya konflik diantara jajaran direksi PDAM Tirtauli. Jadi “keriuhan” terkait PDAM Tirtauli belakangan ini, sebagian dimotori oleh pihak tertentu yang ada kaitan dengan konflik tersebut.
“Sekali lagi, memang semua kasus-kasus itu harus diusut dengan tuntas dan PDAM (Tirtauli) pun harus dibenahi secara total. Desakan biar jajaran direksi diberhentikan juga bagus sekali. Tapi kita minta agar Pak Hefriansyah agar tidak terjebak. Artinya, kalau benar-benar mau memperbaiki ya harus total, kalau mau ganti direksi ya ganti semuanya, toh secara keseluruhan tidak ada prestasi koq selama ini,” pungkasnya. [nda]