Siantar — Keberadaan kotak kosong di sistem pemilu cuma sekadar wujud upaya formal untuk mengakomodir prinsip demokrasi lewat pemilihan. Kotak kosong dihadirkan cuma supaya tak terjadi kebuntuan saat pemilih cuma disajikan calon tunggal. Tapi sesungguhnya, nilai demokrasi lewat penyajian kotak kosong, justru tidak terpenuhi.
Pendapat ini disampaikan pakar hukum tata negara Dr Janpatar Simamora menanggapi banyaknya calon tunggal melawan kotak kosong di Pilkada serentak tahun 2020 ini.
“Munculnya fenomena calon tunggal di sejumlah daerah mengindikasikan kemunduran demokrasi yang sedang dibangun bangsa kita. Selain itu, calon tunggal juga rentan dimaknai sebagai sinyal munculnya oligarki parpol dalam demokrasi,” kata Janpatar, Senin (14/9).
Kekhawatiran atas tren oligarki parpol di Indonesia memang telah mencuat beberapa tahun belakangan. Kekhawatiran disebabkan oligarki akan membunuh demokrasi, atau hanya akan menghadirkan praktek demokrasi palsu.
Oleh karena itu menurut Janpatar, kemenangan kotak kosong di Pemilu menjadi simbol kemenangan masyarakat atas praktek oligarki segelintir elit yang bercokol di parpol.
“Kemenangan kotak kosong juga dapat dimaknai sebagai simbol perlawanan publik atas kepentingan elit politik dalam demokrasi,” ungkapnya.
Meski Kotak Kosong Menang, Hefriansyah Tetap Tersingkir
Disinggung secara khusus mengenai Pilkada Siantar yang juga menyajikan calon tunggal vs kotak kosong, dosen di UHN Medan ini memastikan bahwa sekalipun nantinya kotak kosong menang, Hefriansyah tetap akan diganti.
Hal itu ia sampaikan merespon tafsiran beberapa pihak yang menganggap Hefriansyah masih berpeluang melanjutkan masa jabatannya jika nanti kotak kosong menang. Anggapan itu mengacu pada aturan periodeisasi dimana masa jabatan Hefriansyah harusnya sampai tahun 2022 nanti, dan dikarenakan Hefriansyah sebagai petahana tidak ikut mencalonkan diri.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, apabila terjadi kekosongan kepemimpinan di daerah, maka ditunjuk Pelaksana Tugas (Plt.) kepala daerah. Dimana hal ini yang berhak melakukan penunjukan yakni Kemendagri,” jelas Janpatar mematahkan tafsir tersebut.
Sementara kepada Hefriansyah yang akan mengakhiri masa jabatannya meski belum lima tahun menjabat, akan diberikan kompensasi sesuai masa jabatan yang seharusnya. [nda]
Baca juga: