Siantar — Banjir yang kembali menelan korban jiwa di kota Siantar, Sabtu malam (11/7) kemarin, terindikasi disebabkan human error atau faktor kelalaian manusia. Oleh karenanya, Walikota Siantar berpotensi untuk digugat para korban banjir ini.
Indikasi human error sebagai penyebab banjir ini terungkap dalam rapat antara Komisi III dengan Dinas PUPR, Senin (13/7) siang, di Gedung DPRD Siantar.
Di rapat yang lebih banyak membahas relasi penataan ruang dengan banjir yang terjadi kemarin ini, Komisi III menemukan setidaknya tiga aspek sebagai indikasi human error yang menyebabkan banjir bandang tersebut.
Ketiga aspek itu, yakni; pembiaran berdirinya bangunan-bangunan di zona hijau dan kawasan DAS, kemudian tidak kunjung adanya konsep pembangunan yang holistik atau grand design drainase — padahal banjir dengan korban jiwa sudah berulangkali terjadi, serta abainya Pemko terhadap saran-saran yang masyarakat yang bertujuan mengantisipasi banjir tersebut.
Salah satu contoh konkret indikasi human error sebagai penyebab banjir itu diungkap Sekretaris Komisi III, Daud Simanjuntak, dengan menunjuk keberadaan sebuah drainase yang ada di Tanjung Pinggir.
Drainase itu, diterangkannya, menjadi salah satu bukti indikasi faktor human error oleh Pemko Siantar. Sebab, bukannya mengalirkan air dari kawasan pemukiman ke sungai, tetapi drainase tersebut justru mengalirkan air sungai ke pemukiman warga.
Keberadaan drainase itu yang menurut Daud yang berkontribusi besar mengakibatkan banjir bandang Sabtu kemarin, termasuk yang menyebabkan banjir-banjir yang beberapakali terjadi dalam beberapa tahun terakhir di Tanjung Pinggir dan di juga Tanjung Tongah. Sementara, apa sebenarnya tujuan dari pembangunan drainase tersebut, hingga kini belum juga dijelaskan pemko.
Mengenai indikasi adanya kesalahan penataan ruang, serta pembiaran oleh Pemko yang menyebabkan banjir di kota ini, juga disampaikan anggota Komisi III, Astronout Nainggolan, di rapat kerja tersebut.
Astronout menunjuk beberapa contoh proyek yang sudah dibangun yang menurutnya berkontribusi menyebabkan banjir yang terjadi di kota ini. Yang ironinya dalam rapat tersebut, ternyata dia masih menemukan indikasi kesalahan serupa dari melihat daftar serta lokasi sejumlah proyek yang akan dikerjakan PUPR tahun ini.
Astronout pun memberikan kritik dan catatan kepada PUPR agar mengoreksi program-program tersebut. Agar proyek-proyek itu dicoret, lalu dialihkan ke program atau ke lokasi lain yang sifatnya lebih urgen.
Kadis PUPR Akui Persoalan Tata Ruang Sebabkan Banjir
Dalam rapat dimana Komisi III yang menyampaikan berbagai koreksi yang berkaca pada banjir yang kembali terjadi Sabtu kemarin, Kadis PUPR Kota Siantar, Reinward Simanjuntak, di rapat ini mengakui bahwa aspek penataan ruang dan perencanaan kota ini berkontribusi menyebabkan peristiwa banjir tersebut.
“Jujur persoalan ini adalah persoalan ruang, salah satu contoh adalah beralihnya arus sungai seperti yang dibilang Pak Daud tadi menjadi ke drainase. Sampai kemarin saya tanya itu ‘siapa yang mengalihkan itu, koq bisa kita tidak tahu’ ya jelas saja drainase tidak mampu menampung apa yang dibilang Pak Daud, akhirnya menguap, banjirlah kawasan Tanjung pinggir itu,” kata Reinward.
Tak hanya itu, Reinward juga membenarkan sejumlah koreksi yang disampaikan Astronout.
Dalam rapat ini yang dipimpin Ketua Komisi III Denny Siahaan ini, Reinward yang baru dilantik pada akhir tahun ini menjadi Kadis PUPR menggantikan pejabat sebelumnya Jhonson Tambunan, turut serta membawa sejumlah pejabat bawahannya. Salah satunya ialah Musa Silalahi, Kabid Cipta Karya yang sekaligus sebagai pejabat pengawas Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kota ini.
Warga Korban Banjir Berencana Gugat Walikota lewat Class Action
Diwawancarai di sela istirahat rapat kerja siang itu, Daud Simanjuntak kembali menyampaikan jika salah satu kontributor terjadinya banjir-banjir di kota ini adalah pengalihan fungsi lahan dan juga pendirian bangunan yang terkesan sesuka hati.
Terkait pelanggaran aturan tata ruang ini, penelusuran isiantar.com sebelumnya telah menemukan bahwa sebagian besar perumahan yang berdiri di Siantar saat ini ternyata bermasalahan dari aspek perizinan. Bahkan menemukan indikasi tindak kejahatan berupa komersialisasi kawasan DAS yang dilakukan oleh beberapa developer, yang hingga kini belum juga ditindak oleh Pemko.
Soal banjir Sabtu kemarin, Daud mengatakan hasil komunikasi terakhirnya dengan warga Tanjung Tongah korban banjir tersebut, mengarah pada kemungkinan akan langkah hukum yang akan ditempuh oleh warga.
Langkah hukum itu yakni warga berencana menggugat walikota secara class action atas peristiwa banjir yang telah beberapa kali merugikan mereka secara materil dan non materil.
“Karena mereka menyakini Pemko membiarkan bencana ini berlarut-larut, dan Pemko sepertinya melakukan upaya pemiskinan terhadap warga masyarakat sekitaran Jalan Bombongan Raya (salah satu kawasan yang berulangkali terkena banjir).
Kenapa? Karena perabot mereka bertahun-tahun rusak, karena bertahun-tahun mereka asal banjir maka mereka akan terganggu mencari makan, karena banjir itu menimbulkan efek penyakit kepada masyarakat,” beber Daud.
Padahal usulan berupa konsep pembangunan agar banjir di daerah itu tidak lagi terjadi, kata Daud, sudah pernah disampaikan kepada Pemko. [nda]
Baca juga: