Sumut — Ratusan dosen yang berada di bawah naungan Kopertais Wilayah IX Sumatera Utara, menjerit dan menilai Kemenag dan Kopertais Wilayah IX bak raja tega. Pasalnya, tunjangan sertifikasi dosen (Serdos) yang menjadi hak mereka, sudah 13 bulan ini belum dicairkan. Padahal selama itu seluruh dosen tersebut berada pada situasi pandemi Covid 19.
Kekecewaan para dosen ini diperparah oleh sikap Kopertais yang terkesan acuh dengan tidak adanya keterangan resmi yang diberi soal penyebab tak kunjung dicairkannya tunjangan Serdos tersebut.
Imran Simajuntak, Dosen STAI Samora Pematangsiantar, yang menyampaikan kekecewaan ini, mengatakan terakhir kali mereka cuma diberi janji bahwa tunjangan itu akan cair pada Juli 2021. Tapi faktanya, harapan besar mereka akan cairnya tunjangan tersebut, hanya bertemu dengan kekosongan belaka.
Menurut Imran, situasi ini sangat menyakitkan. Seluruh dosen Kopertais Wilayah IX Sumut yang kurang lebih berjumlah 285 orang, sejak Juni 2020 lalu hingga Juli 2021 belum juga menerima hak sertifikasi dosen. Padahal umumnya uang tunjangan itu merupakan satu-satunya sumber utama penyambung hidup keluarga dosen tersebut.
Realita pahit ditengah pandemi Covid ini, diperparah tidak adanya bantuan apapun yang diberikan negara terhadap dosen perguruan tinggi Islam.
“Pikiran berat, kacau, galau, karena terus berharap dalam hitungan hari, minggu, bulan, hingga kini juga tak cair-cair. Tidak sedikit dosen yang sudah memiliki utang. Jangankan untuk meningkatkan imunitas tubuh, menenangkan diri dan pikiran untuk tidak terbebani atas janji-janji mereka aja sudah menjadi virus baru yang lebih hebat dari covid,” kata Imran.
Berbagai jenis bantuan yang menjadi perhelatan negara dalam mengatasi covid, sama sekali tidak menyentuh dosen sebagai tenaga pengajar khususnya dosen perguruan tinggi Islam di Sumut. Mulai dari PKH, Kartu Sembako, bantuan khusus bahan pokok, bantuan subsidi upah, bantuan kota data internet, hanya menjadi bumbu masak tetangga sebelah yang kita hanya kebagian aromanya, ungkap Imran.
“Belum lagi diskriminasi yang kami hadapi terkait dengan sertifikasi dosen perguruan tinggi swasta yang rutin pencairannya, atau juga dosen Perguruan Tinggi Islam Negeri yang aman nyaman dengan pesonanya. ‘Angin-angin’ pencairan Serdos mereka hanya menjadi sapaan kata sabar buat kami, dengan berharap tidak lama lagi kami mungkin akan cair,” kata Sekretaris PW ISNU Sumut ini kecewa.
Upaya untuk memperoleh hak mereka itu kata Imran bahkan sudah dilakukan dengan menemui langsung pejabat Kopertais, pejabat DPRD, bahkan DPR RI. Namun ternyata tak juga bisa menggugah pejabat terkait untuk membayarkan tunjangan tersebut.
Soal rumor beredar bahwa dana Serdos sudah teralihkan ke sektor lain untuk penanganan Covid, Imran meragukan hal tersebut. Sebab menurut regulasi, dana untuk itu tidak dibenarkan bersumber dari uang yang merupakan hak personal dosen sertifikasi. Maka bila itu terjadi, kata mantan aktivis 98 ini, tentunya sudah merupakan tindak pidana.
“Tapi kami harus mengalah dan tidak mau mendalami hal itu, karena yang terpenting di atas konflik dan masalah adalah solusi. Itu yang kami tunggu. Solusi yang belum kunjung sampai,” kata Imran yang menyebut bahwa beberapa dosen sertifikasi bahkan sudah meninggal sebelum sempat menerima dana serdos tersebut.
Kabar angin lain bahwa tunjangan Serdos itu tidak dicairkan karena adanya temuan penyimpangan lewat hasil pemeriksaan BPKP, menurut Imran itu juga mengada-ada. Sebab pemeriksaan BPKP merupakan pemeriksaan rutin yang tak ada konsekuensinya membuat gaji dosen-dosen tidak dibayarkan. Konsekuensi pemeriksaan tersebut adalah jika ada pengelola anggaran yang ditemukan menyalahi aturan, personal pejabat tersebut yang harus ditindak sesuai undang-undang.
“Hingga kami harus berkata, tolonglah Pak Menteri, Pak Kopertais, kami juga orang yang terkena dampak Covid, butuh biaya makan, anak juga harus sekolah, utang pun sudah melilit pinggang,” tutup Imran. [PR/nda]